amas maulana
Hukum

Urgensi Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia dan Lahirnya Pasal Pidana Kumpul Kebo

Oleh

Muhammad Topan Suryanto Hutabarat

Slot Iklan

Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar serta aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang telah dilarang dan disertai dengan ancaman pidana, menentukan kapan dalam dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melakukan tindak pidana dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan, dan menentukan dengan cara begaimana pengenaan pidana tersebut dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka melakukan tindak pidana.

Upaya pembaharuan hukum pidana Indonesia mempunyai suatu makna yakni untuk menciptakan suatu kodifikasi hukum pidana nasional untuk menggantikan kodifikasi hukum pidana yang merupakan warisan kolonial belanda yakni Wetboek van Strafrecht Voor Nederlands Indie 1915, yang merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht Negeri Belanda tahun 1886. Hal tersebut di atas, terkandung tekat dari bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu pembaharuan hukum pidana yang dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofi, dan sosiokultural yang melandasi dan memberi sisi terhadap muatan normative dan substansi hukum pidana yang dicita-citakan. Dimasukannya asas legalitas materiel dalam RUU KUHP diteruskan dengan dianutnya sifat melawan hukum materiel,

disamping melawan hukum formil. Upaya yang saat ini telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu dengan membuat RUU KUHP yang merupakan wujud dari pembaharuan hukum pidana Indonesia.

Dari perumusan tujuan nasional yang tertuang dalam alinea ke empat UUD NRI 1945 tersebut, dapat diketahui dua tujuan nasional yang utama yaitu (1) untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dan (2) untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila. Menurut Barda Nawawi Arief, terlihat dua kata kunci dari tujuan nasional, yaitu “perlindungan masyarakat” dan “kesejahteraan masyarakat”. Dua kata kunci itu identik dengan istilah yang dikenal dalam kepustakaan/ dunia keilmuan dengan sebutan “social defence” dan “social welfare”. Dengan adanya dua kata kunci inipun terlihat adanya asas keseimbangan dalam tujuan pembangunan nasional. Perlu dicatat, bahwa kedua istilah ini pun sering dipadatkan dalam satu istilah saja, yaitu “social defence”, karena di dalam istilah “perlindungan masyarakat” sudah tercakup juga “kesejahteraan masyarakat”.

“Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk “social defence” dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (“rehabilitatie”) si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan (pembuat) dan masyarakat.”

Selain uraian di atas, ada faktor lain yang tidak dapat dihindari, yaitu perkembangan masyarakat yang semakin modern menimbulkan pergeseran- pergesaran kultur serta nilai-nilai yang ada dimasyarakat, dan kemudian tidak diimbangi dengan hukum yang ada, akibatnya masyarakat merasakan ketidakadilan

Baca Juga :  Inovasi Baru di Dunia Pendidikan Hukum: Platform DasarHukum.id Buka Peluang Baru bagi Mahasiswa dan Alumni

hukum yang berdampak juga pada ketidakpercayaan terhadap penegak hukum. Artinya, penyusunan konsep rancangan KUHP baru adalah dalam rangka menyesuaikannya dengan nilai-nilai dan keadaan masyarakat sekarang ini serta memperhitungkan kondisi masyarakat yang akan datang. Hal ini karena KUHP yang berlaku saat ini dianggap sudah tidak lagi menjawab permasalahan hukum yang ada di indonesia khususnya dalam perkembangan terkini yang sudah modren cenderung menimbulkan ketidakpuasaan masyarakat dalam dalam penegakan hukum.

Sebagaimana halnya banyaknya muncul kejahatan-kejahatan baru di Indnesia ini sehingga diperlukannya kodifikasi KUHP Belanda yang selama ini dipakai di Indonesia menjadi KUHP baru yang di pakai mulai tahun 2026 nantinya, demi untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat dan mengikuti perkembangan zaman di era modern ini.

Urgensi untuk dilakukannya pembaharuan hukum pidana bisa dilakukan tinjau dari berbagai aspek seperti aspek sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural atau bisa juga dari berbagai aspek lainnya seperti kebijakan sosial, kebijakan kriminal serta kebijakan penegakan hukum yang memiliki arti bahwa pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan perwujudan dari perubahan dan pembaharuan terhadap berbagai aspek dan kebijakan yang menjadi landasan pembaharuan.

Dimana halnya seperti tujuan dari pembaharuan hukum pidana ini ialah untuk membuat suatu produk hukum pidana yang mampu mengurangi berbagai tindak pidana yang terjadi di Indonesia ini, dimana sebelumnya Indonesia masih menggunakan

hukum pidana buatan Belanda, yang isi pasalnya tidak memuat kejahatan-kejahatan baru yang terjadi di Indonesia pada era modern ini, dan sesuai dengan aspek fiosofis, sosial dan budaya tentunya RKUHP Indonesia yang akan dipakai pada 2026 mendatang.

Menurut pendapat Sudarto bahwa setidaknya ada tiga argumentasi utama mengapa diperlukannya pembaharuan hukum pidana, yaitu:

1. Alasan politis yaitu bahwa kelayakan Indonesia sebagai negara merdekan memiliki KUHP yang bersifat nasional sehingga dipandang merupakan kebanggaan tersendiri sebagai negara telah melepaskan kedudukannya dari penjajahan Belanda.

Slot Iklan

2. Alasan sosiologis yaitu bahwa pada dasarnya KUHP adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan suatu bangsa.

3. Alasan praktis yaitu bahwa pada kenyataannya teks asli Wetboek van Strafrecht merupakan bahasa Belanda

4. sehingga jumlah penegak hukum yang memahami bahasa Belanda semakin lama semakin sedikit.

Muladi menambahkan bahwa salah satu karakteristik hukum pidana yang merncerminkan proyeksi hukum pidana masa yang akan datang adalah hukum pidana nasional dibentuk tidak hanya sekedar atas alasan sosiologis, politis, dan praktis semata-mata melainkan secara sadar harus disusun dalam rangka kerangka Ideologi Nasional Pancasila.

Baca Juga :  Grebek Sarang Judi Di Pringsewu Lampung, Polisi Amankan ni

Salah satu misalnya pasal yang ramai dibicarakan yaitu pasal tentang kumpul kebo, disini penulik tertarik untuk mengkaji pasal tentang kumpul kebo ini sebagai jika dilihat dizaman sekarang ini dengan mudahnya pasangan yang bukan suami isteri melakukan perzinahan di tempat-tempat hotel murah misalnya. Dengan adanya pasal ini tentu dapat meminimalisir pidana kumpul kebo ini di Indonesia.

Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang perbuatan zina dan kohabitasi atau kumpul kebo.Ketentuan soal perzinaan diatur dalam Pasal 411 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Pelaku diancam dengan denda kategori II setara Rp10 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP.

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi pasal 411 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, larangan kumpul kebo dicantumkan pada Pasal 412 KUHP. Pelaku kumpul kebo diancam hukuman penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp10 juta.

“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi Pasal 412 ayat (1) KUHP.

Dua pasal itu menegaskan pidana zina dan kumpul kebo adalah delik aduan. Artinya, tindakan tersebut bisa diproses hukum apabila ada aduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Selain itu, juga bisa dilaporkan orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Tentunya dengan sanksi pidana yang jelas untuk pidana kumpul kebo ini dapat membuat masyarakat menjadi lebih tertib untuk tidak melakukan “ zina” dimana marak dizaman sekarang ini pasangan yang bukan suami istri tapi melakukan hubungan seperti layaknya suami istri, dengan demikian jika mendapatkan pasangan yang bukan suami istri apabila melakukan hal tersebut di hotel misalnya bagi yang mengetahui mereka bukan lah pasangan suami istri namun melakukan “kumpul kebo” dapat melaporkannya ke pihak kepolisian sebagaimana jika dilihat pun dari segi norma Agama, dalam Agama Islam jelas perbuatan ini dilarang sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al.Isra : 32 yang artinya dan janganlah kamu mendekati zina , sesungguhnya zina itu perbuatan kerji dan suatu jalan yang buruk.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *