Polisi Bermain Politik
Opini, Mitra News – Polisi di Indonesia tidak habis-habisnya untuk dibincangkan. Perannya yang sangat vital dalam sistem kenegaraan sebagai salah satu institusi penegak hukum memungkinkan Polisi “merambah” semua sendi kehidupan bernegara.
Tidak hanya itu, posisinya yang langsung dibawah Presiden menempatkannya power full dari aparat sipil negara lainnya. Disebut aparat sipil, tapi dipersenjatai bahkan lebih canggih daripada satuan elit di TNI seperti Raider sekalipun.
Sejak Polisi di pimpin Tito Karnavian (Mendagri saat ini), sepak terjang polisi di dunia politik berkibar. Memang bukan sebagai partai politik, berpolitik. Tito membentuk Satuan Tugas bernama Satgassus Merah Putih. Institusi ini diberi kewenangan besar, sekalipun tidak di katakan “struktural”. Anggapan tidak struktural itu karena tidak ada di dalam Bagan resmi Mabes Polri. Tapi de facto ia5 struktural karena dibentuk oleh Kapolri dan Kapolri adalah penanggunjawabnya. 5
Kasus Ferdi Sambo “meledak”, kiprah Satgassus yang dipimpin Sambo ikut kena imbasnya. Satgassus dibubarkan. Tidak ada upacara pembubaran. Sejumlah kasus yang menyertai Kiprah Satgassus masih menjadi perhatian. Kasus 303 atau judi, sedang dalam proses penyelidikan.
Salah seorang Bandar judi telah ditangkap jauh di negeri seberang, Malaysia. Masih ada sejumlah bandar judi yang belum ditangkap, mungkin satu bandar sudah dianggap cukup mewakili. Bisa jadi juga karena bandar lain yang belum ditangkap itu masih ada backingnya di Mabes Polri, jadi masih aman. Kasus lain yang sering menyeret Polisi adalah Narkoba. Banyak oknum polisi yang telah di tangkap, dan mungkin masih banyak yang belum di tangkap.
Keterlibatan polisi “berpolitik”, bukan hanya melalui “Satgassus” yang sudah dibubarkan itu. Polisi juga terlibat dalam Gakumdu, bersama Bawaslu. Peran polisi dalam kasus-kasus pelanggaran Pemilu apakah diteruskan atau tidak ke pengadilan, sangat signifikan. Bahkan lebih power full dari Bawaslu itu sendiri.
Pada Pilpres tahun 2019 lalu, sangat jelas Polisi memihak ke kubu incumbent. Wajar jika Kapolri dapat jatah Mendagri, Kepala BIN juga di berikan kepada Polisi, jadi Komisaris BUMN, jadi Kabulog, dan banyak lagi lainnya. Tentu mereka diangkat tidak menyebutkan terang-terangan bahwa itu adalah hasil perjuangan politik mereka mendukung Jokowi.
Alasan bisa dibuat-buat untuk keperluan itu. Tapi apapun alasannya, pemberian tugas kepada polisi disejumlah institusi penting negara, telah membuat Polisi nampak dengan sangat jelas, kewalahan melaksanakan tugas pokok yang diberikan Undang-undang. Karena itu, wajar jika muncul banyak desakan agar Polisi di reformasi. Di evaluasi secara menyeluruh.
Belum terlaksana, tentu saja para petinggi polisi berusaha menghambat proses reformasi kepolisian itu. Posisi sedang enak bagi mereka, dan bila perlu di buat lebih “enak” lagi. Itulah watak kekuasaan, selalu ingin memperluas kekuasaan yang telah dicapai. Bahkan bila perlu polisi mau jadi Presiden juga.
Firli Bahuri dan Tito Karnavian misalnya, dua eks polisi ini dibincangkan sejumlah kalangan secara politik untuk ikut kontestasi Pilpres. Spanduk dan Baliho pendukung Firli misalnya sempat “mengudara”. Meskipun Firli membantah bahwa baliho itu ada hubungan dengan dirinya. Firli yang memimpin KPK dimata publik bekerja tidak profesional. Akibatnya publik kehilangan kepercayaan kepada KPK.
Sejumlah survey menempatkan KPK dan Kepolisian sebagai institusi yang paling tidak bisa dipercaya. Wajar, banyak kasus Korupsi yang mandek di KPK, seperti kasus E-KTP, kasus Harun Masiku dan banyak lagi.
Secara individual, tentu saja eks anggota polisi dibolehkan memasuki kegiatan politik. Namun tidak boleh menyeret atau memanfaatkan institusi negara yang mereka pimpin. Polisi yang sudah purna bakti di kepolisian terbuka untuk menjadi anggota partai politik. Dan begitulah seharusnya polisi yang mau berpolitik, masuk ke partai politik.
Misalnya di tunjukkan oleh salah seorang Mantan Kapolri yang saat ini jadi tokoh penting di PKS, tentu ada lagi lainnya di berbagai parpol. Penekanan kita adalah, polisi jangan berpolitik saat masih aktif sebagai polisi. Apakah ia di KPK, di Kepolisian, di BIN atau di lembaga negara lainnya.
Apakah Mabes Polri kembali akan membentuk semacam “relawan” untuk mendukung Capres/Cawapres tertentu pada pilpres 2024? Seperti sepak terjang Satgassus yang telah dibubarkan itu? Mari kita amati bersama.
Oleh : Hasanuddin – Ketua Umum PB HMI 2003-2005